Selasa, 25 Oktober 2016

KEMBALI (Masa Lalu)

Semua kembali seperti sedia kala
Menjalani hidup tanpa ada apa-apa
Aku tak mengenalmu
Pun kau tak mengenalku
Seperti 2 tahun yang lalu
Tegur sapa pun tak pernah ada
Kehidupan terjadi seperti biasa


Layaknya kapas tertepa angin

Melayang bebas tanpa tahu arah
Bermuara pada tempat yang mengajaknya diam
Kembali terbang ketika angin menerjang


Aku masih dalam egoku
Membiarkanmu hidup dalam duniamu
Pun aku tetap diam
Semua impian masa depan tetap dalam angan


Aku, tetaplah aku
Kepedulianku tidak akan pernah luntur
Meskipun dirimu pergi menghilang
Di gelap malam

Aku, tetaplah aku
Biarkan aku tetap menjadi bayangmu
Karena masa sekarang dan yang akan datang 
Tak akan pernah terjadi tanpa masa lalu

Minggu, 23 Oktober 2016

KEBACUT


KEBACUT
 


Kabeh wis kebacut

Nalika sega wis kebacut dadi bubur
Ati uga melu ajur
 
Kebacut, kabeh wis kebacut
Aku durung bisa ngeja aksaraMu
Nalika pratandha nyata ing sangarepku
 
Kebacut
Mung bisa cancut
Senadyan ati wis kapilut
Mendhung uga tansaya nglayut
 
PituduhMu muga bisa dakranggeh
Aja nganti ati kagoreh
Marang tatu kang saya jero
Tumrap kahananku marang kono 
Gusti kang maha Murwat
Mugi paring hidayat
Mring kula kang ora kuwat
Nandang pilara kahanan ing jagad

Sabtu, 22 Oktober 2016


KELUARGA

Aku tak meminta Tuhan untuk mempertemukan mereka
Pun aku tak memaksa Tuhan agar aku bisa menjadi bagian hidup mereka
Aku juga tak menginginkan ada bersama 3th dengan mereka

Dan masih banyak ketidakinginan-permintaan-ataupun paksaan lain agar foto ini terjadi
Yang aku tahu ini takdir Tuhan
Bagaimana kita dipertemukan secara sengaja
Dalam naungan kampus biru
Aku yang dipilih Tuhan menemani mereka hampir 3tahun
Aku yang akhirnya diutus Tuhan untuk mendengarkan cerita mereka, menjadi bagian dari apa yang mereka perjuangkan, membawa mereka sampai pada titik dimana mereka sampai pada passion mereka dengan piala-piala mereka
Dan ketika Tuhan meminta kembali mereka untuk melakoni, melanjutkan jalan hidup mereka, ber-hak-kah aku untuk meminta mereka tetap bersama aku?
TIDAK
Mereka bukan apa yang aku minta
Mereka bukan apa yang aku paksakan
Mereka bukan apa yang aku inginkan

Tuhan mempertemukanku dengan mereka tak lain adalah agar aku belajar dari mereka
Belajar tentang sebuah ketegaran ketika ditinggal oleh Ibu
Belajar tentang untuk saling mendukung
Belajar tentang DIAM  dalam perhatian
Belajar tentang keputusasaan ketika apa yang kita inginkan ternyata belumlah kita dapatkan

Terimakasih Tuhan
Engkau begitu baik mempertemukan aku dengan mereka
Hingga pada saat mereka harus melanjutkan hidup mereka
Petuah-pun sudah tidak bisa lagi aku ucapkan

Hanya dalam sujud, begitu indah kenangan itu
untuk harus selalu aku iringi dengan do'aMu
Semoga kelak mereka tetap dalam jalanMu
Engkau mudahkan langkah mereka
Engkau bimbing mereka dalam perjalanan hidup mereka

Terimakasih Tuhan
Keluarga yang singkat ini semoga akan menjadi cerita 
Untukku yang mulai melanjutkan hidup tanpa mereka
Untuk mereka yang memulai hidup panjangnya


Rabu, 12 Oktober 2016


Capung atau Perasaan?


Kau tahu apa yang harus kita lakukan dari seekor Capung agar hinggap di tangan kita? Ya, kita harus sangat berhati-hati ketika kita ingin Capung itu hinggap di tangan kita. Tidak semudah memegang belalang atau lebah tapi waktu yang panjang harus kita korbankan agar Capung itu mau hinggap di tangan kita. Sama, sama dengan perasaan seseorang. Ketika kita ingin seseorang itu hadir menemani kita, maka kita akan butuh waktu yang sangat lama agar seseorang itu nyaman dengan kita. Lantas, apa yang terjadi ketika ada sedikit gerakan dari tangan kita? Capung? Tentu akan kabur. Pun dengan perasaan seseorang, akan hilang ketika kita sudah melakukan hal yang tidak diinginkan. Entah itu sebuah kesengajaan atau tidak. Tapi percayalah, selama apapun kita berusaha, akan ada jawaban atas usaha kita. Percaya itu. Jadi yang kita bahas ini Capung atau Perasaan? Entahlah
Apa Yang Harus Diperjuangkan?

Ketika semua usaha hanyalah sebagai pendamping pengabdian
Ketika daya sudah tak lagi bisa terhargai
Ketika kamuflase kebaikan untuk topeng pencitraan

DIAM
aku hanya butuh diam
diam dalam angan
tentang sebuah harapan

bagaimana bisa aku mengajarkan
sedang egoku masih dalam badan
dan semua aku pendam dalam bingkai perjalanan

LELAH
sebuah kata yang tepat
untuk menggambarkan keadaanku sekarang
namun ternyata aku tidak bisa merasakan
apa yang terjadi padaku sekarang

Apa yang harus diperjuangkan
ketika tembok-tembok itu dilempar ke tubuhku
sedang aku yang harus menyusun kembali menjadi bangunan