Kuurai satu demi satu perjalanan yang telah memberiku guncangan, dan dari guncangan itulah Tuhan menguatkanku.
Sembah nuwun, Gusti. Engkau
benar-benar membuktikan berkuasa penuh atas hidupku. Sungguh. Kehilangan yang sangat berharga, mengganti dengan yang lebih berharga. Membelajariku untuk terus positif di tengah diri yang kadang timbul rasa naif. Memberikan kenangan indah, hanya terkadang hati belum bisa terarah.
Jika dengan sengit terbesit, untuk apa hidup? Lantas bagaimana syukur itu akan tetap meletup dalam hati dan mulut?
Gusti,
Seharusnya setahun lalu, aku sudah mulai menghitung tinggal berapa hari raga ini mendampingi. Tetapi aku kalah, dengan kode kehidupan yang sering Kau tunjukan. Penghujung 2018, kala itu. Kelelahan terlihat nyata, dan petunjuk-Mu tak kuhiraukan adanya.
Tahun mengganti dengan pasti. Dan (kembali) seharusnya kusudah menghitung daun dalam lauhul mahfudz yg bertulis namanya sudah mulai gugur. Malaikat telah mengikuti kita. Dan aku (tetap) dengan keegoisanku. Bertaruh manja tak hirau akan lelahnya.
Januari-berjalan apa adanya tiap hari. Dan dosa yang tak sempat kumintakan maaf sudah kulakukan tanpa insyaf. Kakak, aku telah membelah rumah yang sudah kau bangun dengan indah.
Maaf😣😣
Februari-berjuang bersama, kita lakukan tanpa lelah untuk mereka. Demi mengajari pengalaman yang bermakna. Lagi, aku lalai menghitung berapa lembar lagi daun maut itu terbawa malaikat yg siap mencabut.
Keegoisanku bertambah dikala lelah. Menjadikanmu sasaran disetiap kelelahan-kelelahan yang kuciptakan. Dan tanpa merasa, bahwa nyawa tinggal menghitung harinya, Kakak selalu hadir memberi warna untuk kita.
Ah, Februari memang pengalaman luar biasa. Terimakasih, Kak😉
Maret-malaikat tentu tak lepas dari sekitar dan sudah mulai mengitar. Sambatmu tak asing ditelingaku. Dan anggapku, hanyalah sambatan biasa dan masih bisa bertahan layaknya hari sebelumnya. SALAH. Awal Maret tgl 4, dini hari. Bagaimana tak kuseduhkan kehangatan setibamu datang dari perjalanan. Kak... Tinggal hitungan jam, kita tak akan bersua dan terpisah dengan alam yang berbeda. Dini hari, malaikat tanpa pandang bulu, mencabut nyawamu. Pelan tapi pasti, entah dari kapan merasakan sakaratul maut yang katanya sakitnya tak tertahankan. Tetapi Allah begitu memudahkanmu. Dengan dengkuran kerasmu, membangunkanku. Bodohnya, nyawaku belum genap ketika nyawamu sudah tidak akan menetap. Gusti, masih nyata dalam ingatan, bagaimana indahnya kematianmu yang meninggalkanku tanpa pesan.
Seperti orang tidur yang tak ingin terbangun. Kuguncangkan tubuh yang setiap malam kupeluk tanpa beban. Dan detik itu-aku kehilanganmu. Maret-terimakasih aku kehilangan dia yang aku sayang ☺️
April-Desember.... Tak bisa kurangkai cerita dengan lengkap. Bagaimana tubuh yang lunglai ini harus kembali kubangkitkan dengan pasti.
Mei yang seharusnya kurayakan dengan bertambahnya usiamu, kini hanyalah tinggal bulan tanpa makna yg dalam. Anniversary ke-5 di Desember yang seharusnya kunikmati dg makna bersamamu, tinggallah suatu yang ingin kulupakan tanpa harus kutinggalkan kenanganmu.
Kakak, terimakasih. 2019 telah mengajariku, membelajariku manusia dengan segala ego yang telah dihantam dengan kehilangan.
Aku sudah tidak ingin menangis atas kepergianmu. Karena mati adalah pasti.
Jika suatu saat ada bulir yang mengalir itu hanyalah simbol kerinduanku atas kehadiranmu. Bukan karena kehilanganmu. Aku mencintaimu - dan ikhlaskan aku untuk merangkai kebahagianku. Yang kulakukan tak lagi karena keinginanku, tetapi demi keluargaku. Jika kita tak bertemu di Jannah-Nya karena ketetapan-Nya, biarkan do'a tetap menjadi jembatan rindu kita.
Terimakasih
Terimakasih
Terimakasih
10 Desember 2014 - 4 Maret 2019
-Adek-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar