Sabtu, 04 Januari 2020

SRUNDENG



Senja di suatu masjid....
Si Ibu dengan lima anaknya. 
'Eh, Ibu duwe jajan.' (Eh, Ibu punya jajan).
'Apa, bu?' tanya salah satu dari mereka. 
'Coba wae.' (Coba saja)

Dibuka makanan yg berkemaskan semacam kertas aluminium. Tampak sisi depan bertuliskan Srundeng Tradisional Rahayu.
Ditumpahkannya sedikit ditelapak tangan, dengan pasti dituangkan ke mulut. 
'Kres, kres, kres....' tampak riuh kunyahan mereka setelah srundeng berpindah tangan lainnya. 

'Enak, ya?' tanya si Ibu. 
'Nggak enak, bu' jawab si bongsor dengan mulut yang nyambi ngunyah. 

Begitu seterusnya, hingga tersisa sepertiga. 

Pagi tadi...

'Buuuu'
Belum sempat terjawab pesan elektronik itu, kembali masuk pesan lainnya. 
'Kemarin beli srundengnya dimana?' selidik si bongsor lainnya paling gendut diantara mereka, yang makan srundeng. 
Dibalaslah pendek oleh si Ibu. 'Oleh-oleh dari Jogja'. 
'Nggih mpun'. (Ya sudah).


Srundeng, makanan sederhana dari seorang Ibu yang menerima oleh-oleh dari anaknya.
Tak semewah di restoran megah, mampu menciptakan kehagatan yang renyah, bahkan mampu membuat tanduk untuk kembali mengunyah.
Srundeng, makanan tradisional yang akan tetap moncer. Tak tersisih meski pelbagai makanan luar semakin menebar bak buih.


-----------------------------------------------------------------------
Srundeng: (kn) gorengan parudan klapa. (Kamus Bausastra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar